Hidup memang mesti menjawab pertanyaan, aku mengerti, Umi.
Tetapi, ketika menjawab pertanyaanmu, membuatku tak pernah diberi kesempatan untuk sekedar memberikan pendapatku. Untuk apa aku berbicara.
Malam ini setelah sekian tahun tidak pernah menulis sajak-sajak puisi, aku merasa hidup kembali setelah semua penyair tua mati tanpa aku ketahui. Sebab, aku bukan seorang Penyair lagi.
Hidup memang pertanyaan yang mesti menjawab, aku percaya itu, Umi.
Tetapi, ketika baru saja mulutku terbuka untuk berbicara sepatah kata. Tiba-tiba memotong kata-kataku. Dan kemudian kata-katamu banyak sekali. Hingga aku terdiam dan membisu mendengarmu.
Aku tidak pernah ingin menjadi anak durhaka, sejak dahulu. Karena jelas, itu tidak pernah baik bagi siapapun. Tetapi, ketika aku terdiam, mengapa Umi bersedih.
Hidup memang pertanyaan yang mesti dijawab, tentu aku tau, Umi.
Tetapi, ketika dahulu aku yakini untuk tidak mungkin dipertanyakan persoalan cinta secepat ini, aku memang tidak pernah peduli dengan persoalan itu. Dan permintaan untuk tampil lebih rapih, menunjukan siapa diriku yang sebenarnya kepada publik hanya karena takut tidak ada yang tertarik padaku, aku tidak akan pernah melakukannya. Sebab, bagiku cukup jiwaku yang menyampaikan kenyataanku.
Hidup memang pertanyaan yang mesti dijawab, Umi. Benar, aku dan kenyataannya.
Tetapi, ketika aku sampaikan bahwa ingin dan anganku untuk nama-nama yang kemudian aku sebutkan satu persatu. Lalu kenapa memotong kata-kataku kembali. Dan engkau berbicara lagi, begini dan begitu.
Percuma rasanya aku menjawab itu semua. Jika akhirnya, itu hanya sebuah jebakan untuk tetap mengikuti kata-katamu.
Hidup memang pertanyaan yang mesti dijawab. Ya, aku paham, Umi.
Tetapi, ketika aku memilih untuk tidak pernah lagi mengatakan sesuatu kepadamu. Engkau merasa rindu, untuk mendengar kata-kataku. Dan wajahmu yang semakin menua itu membuatku terlanjur bersedih setiap hari di sisi jendela kamar.
Saat aku ingin tidur dan tak pernah lagi untuk peduli pada hidup ini, kau dengan lembut membangunkan.
Dan apabila, aku harus membisu dan menundukkan kepalaku selamanya agar engkau menjadi surga yang sebenarnya.
Maka, aku merasa hidup kembali.
Cukup, Umi.
Esok dan kemarin adalah hari ini.
Oleh:

ABDUL JALAL HM
TANGERANG, 11 OKTOBER 2022
TAMAT.