Riuh rendah gamelan membelah kesunyian ini malam. Peristiwa biasa di desaku saat purnama tiba. Alunan mantera-mantera dari tetangga lain agama membahana. Malam pun larut, mistis suara. Nampak membuat khusuk ritualnya.
Tabel seluruh cacah jiwa. Tidak lebih dari lima belas persennya. Mihrab kami selalu terbuka. Witir-tarawih, tilawah quran berjalan seperti biasa. Kami pun tetap terjaga. Tilawah firman-Nya terdengar suara selingkung saja.
Sementara pilar-pilar desa. Dengan olah keyakinan terpatri kuat dalam tradisi. Ritus upacara datang silih berganti. Riuh rendahnya jadi tantangan tersendiri.
Karenanya kehadiran para tetua. Mesti tak pernah bosan mengasah pesanya, “hendaklah yang mayoritas pandai melindungi. Sebaliknya yang minoritas arif pula menempatkan diri”.
Demikian desaku. Anak-anak terlahir di situ. Tumbuh dewasa bersatu denganku. Jayalah … tanah air. Dimana kota dan desa bisa damaikan warganya, meski beragam warna. Siap sedia menyongsong semesta raya.
Oleh:

Imam Muhayat,
Bali, Indonesia
17 April 2022
TAMAT.